Header Ads

Breaking News

Jangan anggap kami sebelah mata

Pendidikan di sekolah luar biasa.

Pahlawan tanpa tanda jasa. Penerang dalam gulita. Itulah guru. Tak terkecuali mereka yang mengabdikan diri mendidik siswa-siswa disabilitas. Kerja mereka lebih keras, tetapi penghargaan dan kesejahteraan masih terdapat kesenjangan.

Yunita Ira Susanti, seorang guru di Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) 6 Jakarta mengakui soal kesenjangan kesejahteraan dan fasilitas. Lantaran ada beberapa kebutuhan fasilitas belajar belum terpenuhi. Contohnya kelas praktik kepribadian anak, hingga kini belum terwujud.

Menurutnya, upah guru SLBN sudah relatif lebih baik. Walaupun tak mendapatkan tunjangan seperti pegawai negeri sipil (PNS) lainnya, Yunita tetap bersyukur. Itu lebih baik ketimbang saat masih mengandalkan komite sekolah.

"Lebih baik sekarang diatur oleh pemerintah, kalau dulu kan lewat komite. Sekarang sudah bersyukur sekali saya, walaupun tidak mendapatkan tunjangan," kata Yunita ketika ditemui merdeka.com, Selasa (24/4).

Hanya saja, ada beberapa guru yang masih mempermasalahkan upah dengan nominal sama seperti guru formal. Sebab, beban pekerjaan mereka lebih berat. Sebenarnya, kata Yunita murid-murid disabilitas memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Hanya kendalanya terdapat di dalam keluarga. Dia selalu berpesan pada orang tua selalu bersyukur mendapatkan anak berkebutuhan khusus.



"Saya suka ingatkan kepada orang tua, atau orang tua juga suka cerita ke saya soal anaknya. Ada yang susah bersosialiasi tapi lebih banyak mereka yang percaya diri," kata Yunita sambil tersenyum.

Walaupun sarana dan prasarana yang kurang memadai, Wahyu Rina Ningsih, guru yang memberikan terapi berbicara merasa bersyukur bisa mengajar di sekolah tersebut. Dia menceritakan baru beberapa bulan dia ditugaskan di SLBN 6 Jakarta Barat, peralatan untuk terapi berbicara bisa terwujud. Tak hanya itu menurutnya, upah guru untuk SLBN kali ini sudah lebih baik.

"Saya bersyukur sekali bisa ditugaskan di SLBN 6, menurut saya lebih baik di sini dari segi upah guru," kata Rina.

Rina juga memberikan pengertian kepada muridnya agar tetap sabar dalam bersosialiasi. Sesekali setelah memberikan terapi, ada satu atau dua orang anak yang curhat tentang keseharian mereka. Tak hanya muridnya, orang tua juga sering diberikan arahan agar anaknya bisa bersosialiasi dan memiliki hasil ketika di sudah di dunia luar.



Kepala sekolah SLBN 6, Tonny Santosa, juga berharap seperti itu. Dia juga memiliki tujuan, walaupun kesejahteraan dalam fasilitas dan upah guru belum mencukupi tetapi murid harus bisa berguna ketika lulus dari sekolah. Menurutnya dengan memberikan pelatihan menjahit, tata rias muridnya akan menghasilkan sesuatu di kemudian hari untuk dunia pendidikan walaupun kini dianggap sebelah mata.

"Walaupun masih dianggap sebelah mata, mereka bisa menghasilkan sesuatu dari kekurangan mereka. Dan setidaknya SLBN 6 mengajarkan mandiri untuk anak-anak setelah lulus," kata Tonny.

Hal itu juga diamini oleh orang tua murid SDLB, Nana. Dia berharap anaknya, Rizki, yang kini duduk di kelas satu golongan tuna grahita sedang bisa berguna jika kelak lulus nanti. Dia juga berencana menyekolahkan Rizki hingga jenjang SMALB.

"Insya Allah, saya berharap sekolah ini bisa memberikan hasil bagi anak saya. Agar percaya dirinya ada dan tidak malu di dunia luar," kata Nana sambil tersenyum.

Tidak ada komentar

DILARANG KOMENTAR BERSIFAT SPAM DAN PROMO THANKS :)